Rabu, 25 Maret 2009

Perempuan berkalung sorban


Ingatkah anda paDa sosok" Ibu Kartini"
mGkn dG adanya Film mRpkn kartini Era skrG.
Perempuan, makhluk istimewa dengan segala keindahannya, makhluk yang sering dianggap lemah namun menyimpan kekuatan besar. Wanita juga boleh dibilang selalu jadi 'makhluk kelas dua' jika dibandingkan dengan lawan jenisnya, laki–laki.

Kebebasannya sering dianggap tabu, keputusannya dianggap perlawanan, padahal sejatinya perempuan dan laki–laki adalah pelengkap antara satu sama lain.

Bukan hal yang baru pula kalau laki–laki malah menjadi penindas bagi perempuan, perempuan jadi warga negara kelas dua. Ditindas hak–haknya dan dilupakan suaranya.

Di sisi lain emansipasi perempuan terus digaungkan. Sayangnya, kesetaraan hak itu bukanlah sesuatu yang bersifat evolusi namun paralel.

Di suatu waktu ada perempuan yang menjadi presiden tapi pada waktu yang sama ada perempuan–perempuan yang ditekan, dipaksa menghentikan pendidikannya, mengalami kekerasan dalam rumah tangga atau dijual oleh keluarganya sendiri.

Berbicara mengenai kebebasan kaum perempuan, selalu tidak terlepas dari norma–norma adat, tradisi bahkan agama.

Islam merupakan agama mayoritas negara ini sering kali dikaitkan dengan topik kebebasan pihak perempuan, dianggap berat sebelah karena lebih memihak atas kepentingan kaum lelaki.

Ayat–ayatnya menjadi alat untuk membungkam perempuan, sebuah fenomena pro dan kontra yang terus berlanjut hingga saat ini.

Membaca fenomena yang terjadi, Starvision mencoba menghadirkan film terbarunya berjudul PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN, dengan arahan sutradara berbakat Hanung Bramantyo.

Film yang diambil dari karya novel Abidah El. Khalieqy ini adalah film tentang salah satu dunia paralel perempuan. Berkisah tentang Anissa, seorang perempuan dari pesantren yang berjuang untuk mendapatkan hak-nya.

Hak untuk memilih hidup tanpa ada tekanan, termasuk juga tekanan yang mengatasnamakan agama.

Ini kisah tentang perempuan yang percaya kalau agamanya, Islam, yang akan membawa kebebasannya sebagai manusia bukan malah mengurungnya.

Dalam press conference yang berlangsung di Planet Hollywood (12/1), Hanung mengatakan bahwa ia sadar hal ini adalah sesuatu hal yang sensitif sifatnya dan mengundang kontroversi namun ia mengajak para penonton untuk menelaah lebih dalam, jauh dari wacana Islam serta pertentangannya.

Ia juga mengatakan bahwa semua disajikan berimbang, hingga tidak ada unsur menghakimi. Sementara dari sisi sang penulis, ketika ditanyakan seberapa besar penyajian film dengan isi novel yang ia tulis, Abidah mengatakan meski ada beberapa hal yang ingin diartikulasikan dalam film namun hal itu tidak terjadi.

Ia menganggap pihak sutradara begitu apik mengemas film ini menjadi lebih ringan penyajiannya namun tidak melepas inti dari isi cerita.

"Dg adanya Film ini saya mengharapkan perempuan masa kini agar lBh bebas berPendapat, berKreatifitas, berInoVatif, maJu berjuang memberikan Ide2 Baru...

SeHarusnya qt bangga dg apa yang Qt peroleH Dr ALLAH SWT dan yg qt miliki tapi ada kalanya Qt priHatn pada para perempuan yang bekerja di dalam penghinaan meSkipun mereka tdk sama sekali menginginkanYa...

apa Daya Pemberdayaan dinegara Qt pada perempuang kuranG efeKtif.... seHarusnya ada lapangan kRj yg lBh u/ para perempuan...

maka Dari itu maRi Qt maJ.. jgn mau tertinDas,,, perdULILLah semua"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar