Senin, 06 April 2009

Reggie

Aku beranjak dari lamunanku ketika sepasang lengan memelukku dari belakang. Komputer didepanku masih menyuguhkan screensaver setelah lama kutelantarkan dengan lamunanku. Lengan itu semakin erat memelukku hingga kini aku benar-benar berada dalam dekapan pemiliknya. Seolah tak mau menunggu, ia justru menggeletakkan dagunya di pundak kananku.

Penantian yang begitu menyakitkan akhirnya terjawab jua. Nafas kelegaannya mengalir dalam darahku yang sedari dulu menjadi miliknya. Kepulanganku dari Manila ialah hal yang paling ia dambakan. Dari SMS yang ia kirimkan setiap lima menit, aku tahu bahwa kerinduan itu benar-benar menggerogoti kebahagiaannya. Mendekam dalam apartemen luas tak menjadikan keceriaan dalam penantiannya.

Keresahan memaksanya selalu menggeggam telepon selular setiap saat, agar tiap lima menit ia dapat menanyaiku hal-hal sepele. Cukup merepotkan ketika aku harus berhadapan dengan rektorku karena lebih sering menjawab telepon dari pada menjalankan tugasku sebagai mahasiswa pertukaran. Tapi aku menikmatinya. Itulah hal yang membuatku terlunta dalam aniaya rindunya. Perempuan macam dia tidak akan banyak kutemui dalam dunia hingar bingar ini. Kepeduliannya yang berlebihan adalah sensualitas yang dapat menarikku menjadi tawanannya. Meski ia bukan seorang intelektual, bukan seorang bidadari dengan rayuan manisnya, bukan seorang yang bersopan santun pada dunia.

Tak sepatah katapun ia ucapkan saat memberiku kedamaian dalam dekapan hangatnya. Tak diacuhkannya layar komputer yang bergerak membayang dalam matanya. Hanya semakin dirapatkannya pelukan itu. Memberiku lebih banyak ketentraman dari pada pelukan seorang lelaki. Kelegaannya kini bernafas riang dalam senyum manisnya. Berhembus panjang dari hidung mancungnya ketika kelopak matanya mulai memejam. Semakin dirasakannya kelegaan itu.

Cukup lama pelukan itu enggan ia lepas. Sampai aku meronta oleh ketukan berirama dari pintu kamar. Sedikit kekecewaan terbersit dari wajah cantiknya saat melepaskanku. Perjalananku ke arah pintu hanya berlangsung lima detik sebelum kulihat ibuku membuka pintu dan menyodorkan sebungkus cokelat lantas segera pergi.

Ini hari valentine. Sudah ada 12 kotak cokelat mahal di atas mejaku. Dan cokelat yang kini tengah kupegang adalah yang ke 13. Semua cokelat itu menjadi tanda bahwa pengirimnya menaruh perhatian lebih padaku. Ah... itu semua tak berarti bagiku. Semua lelaki sepertinya tak lekas pergi dariku. Aku tak mengerti kenapa mereka enggan untuk tidak menoleh ketika aku lewat. Padahal sudah setahun ini aku tak lagi punya perhatian dengan makhluk lelaki.

Aku sudah punya sayap yang begitu indah, Reggie. Perempuan yang telah membuatku berpaling dari lelaki, membuatku menorehkan jejak baru tentang kehidupan, membuat kenyamanan tak hanya datang dari rasa ketakutan. Kepedulian dan kelembutannya menjadi angin hangat dalam jiwaku. Keberaniannya membelaku menjadi suatu ketentraman yang berbeda.

Reggie hanya tersenyum kecil mengejek melihat ku melempar cokelat itu ke atas meja. Ia lantas berdiri, berlari kecil ke arahku, kemudian menubrukku hingga terjerembab dalam ranjang empuk. Tawanya menggema dalam telingaku dan menjadi suatu anugerah yang tak hentinya ku syukuri. Bisikan nakalnya mulai merambati setiap lorong pembuluh darahku. Pelukannya seolah tak ingin kehilangan tubuh yang sedang ia dekap. Nafasnya mulai memburu berlomba dengan degup jantungnya kecupannya membuat libidoku mulai berdesakan memasuki otakku. Sentuhannya benar-benar membuatku terjebak dalam kepasrahan pelampiasan kerinduannya setelah seminggu aku meninggalkannya. Rambutnya yang panjang beradu dengan keringat kami. Lidahnya yang lembut menyapu setiap pori tubuh ini. Malam itu kami benar-benar menikmati kerinduan kami, hingga terlelap dalam pelukan satu sama lain.

Entah sampai kapan rahasia ini akan tetap terpendam. Orangtuaku tak akan menaruh curiga pada Reggie karena memang Reggie sahabat karibku sejak bangku sekolah. Tapi entah dengan teman-teman kuliahku. Mungkin mereka sudah mencium perbedaan ini dari sikapku dan Reggie yang benar-benar mesra seperti layaknya sepasang kekasih dimabuk cinta. Kenyataannya memang kami benar-benar saling mengagumi dan menyayangi, hingga mencintai. Toh... jika memang rahasia ini terbongkar, aku tak akan peduli. Aku sudah punya Reggie, sayapku nan indah, membawaku menerbangi hidup, melindungiku bahkan dari ganasnya gurun Kalahari.

Oh Tuhan... jangan biarkan angin itu merenggut sayap ini. Cercaan malaikat itu akan ku halau demi dekapan seorang Reggie. Meski mungkin dunia menentang ini, tapi bukankah setiap manusia punya haknya sendiri ? bukankah setiap orang berhak memilih jalannya ? Lantas kenapa mereka tetap bergunjing dalam sudut-sudut cafe ? Lantas mengapa tak seorangpun mengerti ?



Tuhan...

Telah aku persiapkan perjalanan ini...

Menempuh antah berantah...

Menjejalkan kaki pada jalan ganjil...

Mendengar tawa kecil kebahagiaan...

Terbang dengan sayap nan indah...

Regggie..



Penulis



Dyah Uswatun Khasanah

Lahir 4 Mei 1992

0857 36 77 3838

dy.galz@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar